Pengetahuan, Kesadaran Dan Cinta Bermula Dari Arafah
Pergerakan kolosal kaum muslimin dari seluruh dunia menuju kesatu
titik (Arafah) hanya terjadi satu tahun
satu kali saja yaitu pada 9 hingga
13 Dzulhijah.
Prosesi ritual ini sangat
menggetarkan seluruh alam dunia beserta
isinya juga menebar aura kenyamanan di alam Malakut sehingga dalam beberapa tulisan
para ulama menerangkan perasaan bungahnya Sang Kholik terhadap ketaatan hamba Nya kemudian DIA
berkata pada para Malaikat dengan penuh suka cita :
“Wahai para Malaikatku . . .
saksikanlah mereka hamba – hamba Ku
yang patuh berkumpul disatu titik (Arafah) dengan berihram dan saksikanlah . .
. mereka tengah berdzikir, bertashbih, tahlil tahmid talbiah
khusyu’ dalam munajat yang dalam. Kabulkan doa – doa hamba Ku ini.”
Dan Allahpun turun ke langit
bumi melakukan wisuda akbar para calon jamaah haji hingga doa mereka dikabulkan
Allah menjadikan haji mabrur.
Udara panas terik menyengat di luar tenda – tenda jamaah terkadang
diiringi angin gurun berdebu suasana hening membeku kesemuanya tampak terabaikan karena kekhusyu’an hamba sang para pecinta munajat mengharapkan
keselamatan saat menuju pada ‘keabadian’.
Arafah adalah miniatur
alam akhirat disaat kelak seluruh mahluk akan dikumpulkan di padang Machsyar
setelah melewati ribuan tahun
melakoni fase - fase kehidupan yang
teramat dahsyat yaitu : alam shulbi, alam rahim, alam dunia, alam barzah
dan alam ba’ats, hingga alam mahsyar yang segera akan ditempuh
kemudian adalah alam hisab plus
alam mizan.
Mengangkat tangan saat berdoa di Padang Arafah |
Berdo'a |
Penjelajahan makhluk manusia dalam taqdir Nya akan berakhir dialam keabadian.
DIA adalah Yang “abadi”.
Manusia hanya berhenti (wukuf) sejenak kemudian menjelang maghrib
mereka menuju Mudzdalifah bada shubuh bergerak menuju Mina lanjut Harom mencapai Ka’bah yaitu
melaksanakan Thawaf I’fadhah.
Ali Shariati menyimpulkan
pergerakan manusia sebagai makhluk Allah yang taat dan patuh menuju Arafah di tuliskan olehnya bahwa:
“perjalananmu adalah sebuah gerakan menuju “keindahan”
yang mutlak, pengetahuan yang
mutlak, keabadian dan kesempurnaan !. Inilah gerakan
abadi yang tidak pernah berhenti.” (
Ali Shariati, p.60 )
Mereka yang berkumpul dari berbagai penjuru dunia . . . tunduk terpekur merenda nasib dan bermohon
ampunan demi ampunan karena kedzaliman dan kelalaian dalam hidup masa lalu
sebelum Arafah.
Disini di Arafah berbagai dosa yang telah kita
lakukan seakan bersenang ria menampakkan jirimnya dengan terang benderang seperti slide yang
bergerak cepat, tentu saja perbuatan
licik, tindak tanduk pembangkangan terhadap Sang Maha Melihat menjadikan diri
kita bagai binatang yang terluka parah.
Bukan lagi manusia kita seperti binatang . . . .
!
Maka Arafah adalah solusi dimana kita
bisa menumpahkan penyesalan dan permohonan ampun yang tiada terhingga dan tanpa
batas.
Sesungguhnya Allah yang memerintahkan mereka semua berkumpul
disini . . . di Arafah melalui Sang Khalilullah Ibrahim As.
Kemudian Allah menyampaikan
kalam Nya pada Nabi Ibrahim As dalam
satu ayat yang berbunyi :
QS. Al Hajj (22) : 27
“Dan serulah manusia untuk
(melaksanakan) haji, niscaya mereka datang kepada engkau dengan
berjalan kaki dan mengendarai unta – unta yang kurus yang datang dari segala penjuru yang jauh.”
Pada awalnya Nabi Ibrahim As. merasa pesimis akan kemampuannya untuk memanggil manusia seluruh alam dengan
berbagai keterbatasan yang beliau rasakan,
akan tetapi Allah perintahkan : “Panggil saja mereka” maka dengan penuh ketundukkan Ayah Nabi
Ismail segera memanggil manusia mendaki menuju “Jabal Abi Qubaisy”.
MINA, persiapan Jumrah Aqabah (pict : dok. pribadi ) |
Dalam realitas kaum muslimin berjuang untuk memenuhi panggilan Nya
dengan ihtiar yang tak kunjung henti akhirnyapun sampai di Arafah.
Jumlah calon jamaah haji
mencapai ratusan ribu orang hingga
jutaan dimana tempat ini ( Arafah
) berdasar perkiraan Nabi dapat
menampung hingga 8 juta jamaah
tanpa terkecuali mereka semua bergerak menuju Arafah.
Musim haji 1438 H / 2017 ini kaum muslimin di PadangArafah berjumlah 2, 1 juta orang
musim ziarah terbanyak di bandingkan dengan tahun – tahun
sebelumnya.
Adapun “Arafah adalah suatu tempat sekitar 14 mil (26 km) dari
Makkah, arah ke timur. Di tengah Padang Arafah terdapat sebuah bukit
bernama Jabal Rahmah.” ( O. Hashem p.151 )
Jabal Rahmah tempat
perjumpaan Nabi Adam dan Ibunda Siti Hawa.
Arafah Lembah Kesadaran
Perasaan berkecamuk melekat kuat di dada seluruh calon jamaah haji 2011 M / 1432 H, sejak tiga hari sebelumnya
kami semua membayangkan perjalanan
menuju Arafah adalah awal dari
gerakan marathon sejenis uji nyali, uji
kekuatan mental dan penempaan “kesadaran
diri” bahwa kita memiliki
keterbatasan teramat terbatas dan hina – dina ditengah gelombang manusia baik kaum muda demikian bagi mereka yang telah sepuh dan
menanggung berbagai macam penyakit diantaranya jantung, stroke dan gangguan
lambung yang sudah akut.
Kecamuk di jiwa adalah menghimpun kekuatan untuk pasrah pada Allahu Ahad tentang nasib yang bakal terjadi dan
kemungkinan – kemungkinan yang tidak dapat tergambarkan dalam keterbatasan prediksi.
Seluruh masyarakat dunia yang sampai di Arafah hendaknya
selalu bersiap untuk sabar dan tabah
jika kemudian tidak lagi ada kendaraan
pengangkut dari Mudzdalifah,
Mina hingga Makkah.
Mahbaz Jin (pemondokan penulis beserta rombongan
Kabupaten Bandung dari kloter 72) menghitung
jarak menuju Arafah.
Pada hari yang bergemuruh ketika itu dengan warna putih mendominasi seluruh pemandangan
dan keyakinan kuat bahwa pasti kami akan
menempuh perjalanan sekitar 19 km ke titik Arafah Jum’at, 8 dzulhijjah 1432 H / 4 – Nopember 2011 M.
Bukan karena jarak tempuh yang relatif panjang,
Alhamdulillah seluruh jamaah terangkut menggunakan bis – bis yang
sesungguhnya telah disiapkan panitia haji sejak jauh – jauh hari menuju Armina ( Arafah,
Mudzdalifah dan Mina ).
Ba'da Arafah. Persiapan menuju Muzdalifah (pict : dok. pribadi) |
Kami berfikir tentang berbagai kemungkinan terburuk yang bakal dialami
bada Arafah saat harus berjalan kaki untuk prosesi Mabit (singgah,
satu malam) di Mudzdalifah
melaksanakan salat maghrib dan isya’ jamak takhir serta mengumpulkan kerikil untuk prosesi jumrah Aqabah.
Menuju Mina dari Mudzdalifah sekitaran 5 km lanjut berjalan kaki, dari Mina ke Mekkah 7 km, yang pada awalnya jamaah rombongan kami
kloter 72 bersatu terhimpun 22 orang dengan berbagai
kondisi diantaranya ada Pak Sulaeman yang berusia lebih dari 80 tahun, Ibu Yetti yang memiliki jantung bawaan dari
Indonesia ada dua orang Ibu sepuh yang
sudah tidak memiliki suami yang pada akhirnya semua jamaah turut bertanggung jawab atas keselamatan saudara –
saudara muslimnya.
Ketika akhirnya jamaah terpencar – pencar terbawa arus deras jutaan manusia menuju titik yang sama
penulis dengan seorang Ibu sepuh berusia 84 tahun, ia memegang dengan kuat di tangan kiri tampak
diwajahnya khawatir terlepas saat udara panas mulai memanggang ubun – ubun
sedang disebelah kanan Ibu Lia Purbaningrum juga memegang lengan penulis penuh
keyakinan bahwa Mina dan Mekkah akan kami tembus bertiga saja.
Talbiah . . . tahlil dan
Takbir terus meluncur dari kerongkongan kami semua . . . ini energi dan amunisi
mencapai titik itu.
Arafah Padang Ma’rifah
Prosesi kesadaran diri
berangkat dari sejarah kehidupan para Nabi yang mulia penggenggam amanah Allah
Swt. teramat penting bagi seluruh calon
jamaah haji memahami setiap stase, agar bisa meningkatkan spirit kemenangan.
Menelusuri tulisan KH. Muchtar Adam dalam “Tafsir
Ayat – ayat Haji Telaah intensif dari Pelbagai Mazhab.” Ditulisnya dengan uraian yang sangat mendetail yaitu :
Ada beberapa
pendapat mengapa Padang tempat berhimpunnya manusia di muka bumi di katakan dengan sebutan Arafah :
- Setelah
Jibril menuntun Ibrahim As. melaksanakan haji mulai dari thawaf kemudian sa’i sampai
Mina, Mudzdalifah lanjut ke Arafah, maka Jibril bertanya :
“Hal’Arafta maa roaituka ?”
“Apakah Anda telah mengetahui, apa
yang saya perlihatkan ?”
Nabi Ibrahim As. menjawab :
“Na’am ‘aroftu”
“ya ., saya sudah mengerti”.
Sejak itulah Padang itu dinamakan Arafah.
Kondisi ini di dahului dengan do’a Nabi Ibrahim As :
Waarinaa manaa sikanaa . . .
“Dan tunjukkanlah kepada kami cara –
cara dan tempat – tempat ibadah haji
kami”
QS. Al – Baqarah (2) : 128
-
Dinamakan Arafah
karena tempat itu merupakan pusat perkenalan manusia sedunia.
-
Dinamakan Arafah
karena di tempat itulah Adam dan Hawa saling bertemu dan saling berkenalan,
setelah saling mencari ; sewaktu Adam di
turunkan di India dan Ibunda Siti Hawa di Jeddah, peristiwa ini terjadi pada : Hari
Arafah 9 Dzulhijjah
- Diambil dari kata al
‘Arfu yang berarti alThayyib
(bersih) ; berbeda dengan Mina yang ada kotoran dan darah ( Jabal Qurban )
-
Diambil
dari kata al Shabru seperti kata :
Rajulun’aarifun iza kana shoobiroon wa
khosyi’aan
Artinya : “Disebut orang yang arif jika ia sabar dan khusyu’.”
Orang yang haji itu sabar
terhadap ketentuan Allah Swt, khudhÅ©’
(tunduk) dan merendahkan diri kepada Allah Swt serta sabar dalam menghadapi bala’ serta cobaan – cobaan, khususnya sabar dalam menegakkan ibadah.
- Dinamakan
‘Arafah karena tempat ini merupakan Padang untuk Ma’rifatullah (mengenal Allah). Maksudnya
di Padang Arafah, jamaah haji berusaha
mengenal dirinya dan memantapkan Ma’rifatullâh sehingga ketika kembali
ke tanah air ia mencapai muraqabah (selalu merasa diawasi Allah
Swt).
Amalan Jama’ah Selama Wukuf
Disunnahkan bagi jamaah haji ketika di Padang Arafah untuk
bersungguh-sungguh dalam dzikir, berdoa dan merendahkan diri pada Allah Ta'ala.
Ketika berdoa, hendaklah mengangkat kedua tangan.
Jika ia bertalbiyah atau membaca Al-Qur'an maka itu juga baik.
Talbiyah bacaan pertama
para jamaah haji yang dianjurkan secara terus menerus dilafadzkan sesuai dengan
kemampuan masing – masing Jama’ah,
dimulai setelah berihram dari miqat
dan berhenti membaca Talbiyah apabila sudah mulai Thawaf untuk
ibadah umrah atau sesudah tahallul awal bagi ibadah Haji. (Iwan Gayo,
p. 318 )
- Berada di Padang Arafah hingga terbenamnya matahari.
- Berbuat kebaikan pada sesama jamaah haji dengan memberikan minuman dan membagi makanan.
Persinggahan sejenak (wukuf) di Padang Arafah bagi Ali
Shariati, dimaknai secara filosofis . . .
Dari Makkah pergilah ke Arafat (innalillahi = sesungguhnya
kita adalah kepunyaan Allah) dan, setelah itu,
dari Arafah kembalilah ke Ka’bah (wa inna ilaihi raji’un = dan
kepada Nya kita akan kembali).
(p.61)
Arafah berarti “pengetahuan” dan “sains”.
Masy’ar
berarti “kesadaran” dan
“pengertian”
Mina berarti
“cinta” dan “keyakinan”
Pergerakan ritual haji dimulai dari Arafah saat terik Matahari 9
Dzulhijah semua diam, berdiam diri
(wukuf) ditenda masing – masing terpekur dengan penuh kepasrahan.
Ketetapan Allah Yang Maha Indah terkait dengan yaumul Arafah
dilaksanakan oleh Rasulullah beserta
umatnya pada 10 Hijriah dan kemudian dilanjutkan oleh para sahabat hingga
sampai pada manusia era global ; ketetapan ini agar manusia sebagai makhluk
dunia memiliki kesadaran, wawasan, kemerdekaan, pengetahuan dan cinta di siang
hari.
Ketika Matahari tenggelam gelapun tiba, disana tidak ada perkenalan dan pengetahuan, manusia terus bergerak menuju Masy’aril Haram
dan dikenal juga dengan negeri “kesadaran”.
Manusia mengira bahwa kesadaran yang terlebih dahulu baru
pengetahuan akan tetapi Allah dan Padang Arafah
memberikan dan menampakkan pelajaran berarti dari perkenalan Nabi Adam
As. Pada Ibunda Siti Hawa.
Saling mengenal satu dengan yang lainnya adalah pengetahuan termasuk bahwa Adam
berjenis kelamin rijal (laki – laki = male) dan pasangannya adalah nisa’
(perempuan = female), ini adalah
pengetahuan yang paling awal dimuka bumi.
Kita memahami kemudian dari pengetahuan, muncul kesadaran saling
mencinta, menikah dan membentuk satu
keluarga terbangunlah ketika itu kehidupan sosial yang pertama kali.
Jabal Qurban 1432 H (pict : dok. pribadi ) |
Evolusi pengetahuan menimbulkan kesadaran pada diri manusia, kemudian lahirlah sains yang
meningkatkan pengertian dan selanjutnya
meningkatkan kesadaran manusia dan kita saksikan bersama meningkatkan kemajuan
ilmiah yang teramat pesat. (Ali
Shariati, p. 64)
Sains bermula dari Arafah, pengetahuan, kesadaran cinta Adam dan
ibunda Siti Hawa.
Ibunda Siti Hawa adalah penduduk Surga yang mengembara ke alam
dunia karena ketergelinciran saat bersama Adam di negeri sana, secara fisik ia
digambar sangat cantik. Kesulitan menggambarkan kecantikan Hawa. Maka secara logika seorang ulama mengisahkan
dalam salah satu kuliah dihadapan para mahasiswanya bahwa secara hitung –
hitungan.
Adalah jumlah kecantikan dan keindahan 100 %. Hawa memiliki kecantikan dan keindahan fisik
90% adapun kecantikan makhluk bumi kecantikan dan keindahannya 10% dibagikan
pada semua perempuan di muka bumi dari jaman dahulu kala hingga kini.
Salam #Sabtu
_Mubarokan 11 Dzulhijjah 1438 H / 2 September
2017 M.
Referensi :
*O.
Hashem. Berhaji Mengikuti Jalur Para
Nabi. Kisah Perjalanan Haji Rasulullah
Saw. Menurut Kitab – kitab Shahih. Bandung : Penerbit Mizan KHASANAH
ILMU ILMU ISLAM.
Rajab 1429 H / Agustus 2008 M
*Ali Shariati, Dr.
Haji. Bandung : Penerbit Pustaka.
1416 H / 1995 M
*Muchtar Adam. Tafsir Ayat – ayat Haji Telaah intensif dari
Pelbagai Mazhab. Bandung : Mizan, 1994
*Iwan Gayo . Buku Pintar Haji & Umrah. Jakarta : Pustaka Warga
Negara, Mei. 2012
Belum ada Komentar untuk "Pengetahuan, Kesadaran Dan Cinta Bermula Dari Arafah"
Posting Komentar