Kampung Ragam Warna Antara Pisang Kepok, Ubi Ungu, Payung Cantik Di Desa Mranggen
(pict:dok.pribadi) |
Pisang kepok manis madu super rasanya
Ubi ungu manis kehidupan takkan terlupakan
Kembali dari kampung
ragam warna saat di kereta api Ciremai menuju Bandung (27 Oktober 2019 dari Semarang Tawang 17:35 )
penulis duduk tenang di gerbong bisnis 1 kursi 15 C sebagian penumpang masih
sibuk bebenah, mencoba menatap keluar jendela warna lembayung agak pupus
menjelang maghrib tiba.
Bersyukur menjadi salah
seorang warga yang mukim di kereta api
jaman kini meskipun hanya beberapa jam saja dapat dipastikan tersedia air untuk kebutuhan berwudhu, sikat
gigi dan toiletan selama dalam perjalan.
Hal tersebut sangat
membahagiakan bagi penulis dan tidak ragu mengucapkan bahwa orang paling
berjasa untuk kondisi senyaman ini adalah Bapak Menteri Ign. Jonan.
Berkat Igt Jonan kereta
api di Indonesia bisa memartabatkan manusia,
karena dahulu kala kereta api itu mengerikan jika diceriterakan, tidak
ada air, berdesakan, memilukan dan menyusahkan sekarang tidak lagi dan penulis
ucapkan selamat tinggal duka plus terima kasih Pak Jonan.
Usai wudhu, shalat
maghrib juga isya digabung, penulis berusaha membuka ransel coklat yang sesak
oleh baju kotor bekas pakai sejak Jum'at 25 Oktober 2019 M.
Mengambil bungkusan tisue
yang berisi pisang kepok sengaja ketika menjelang pamitan karena tergesa – gesa menuju Semarang
penulis mengambil satu biji pisang kepok dan sepotong ubi dibungkus tisue, dalam fikiran terbayang wajah Ibu Wiwik
Wijaya.
Peserta remaja lukis payung (pict:dok.pribadi) |
Kembali wajah Ibu wiwik
Wijaya sepintas melesat dalam ingatan karena sepagi tadi beliau yang sibuk
menyiapkan semuanya termasuk satu nampan ubi, singkong dan pisang kepok.
Alhamdulillah pada
akhirnya penulis sempat berpamitan juga
berfoto ala kadarnya sebagai penyemat kenangan bahwa Kami berkesempatan hadir
pada Festival Drumblek kampung ragam warna 2019.
Menginap satu malam
saja di desa Mranggen mengundang rindu, berharap semoga tahun depan berkesempatan hadir dan meliput acara
demi acara yang bermanfaat bagi perkembangan masyarakat desa khususnya generasi
muda dan auranya menebar hingga keseluruh Indonesia.
Pisang kepok dinikmati
dengan khusyuk betapa manis – manis madu dan dagingnya kenyal nikmat, demikian disusul dengan membuka ubi yang
ternyata ungu, manis dengan serat lembut pulen juga lembut.
Jika ini potensi
masyarakat yang ditanam oleh para petani
sungguh nikmatnya seandainya pisang kepok
diolah menjadi getuk yang boleh kuat dua tiga hari hingga bisa dinikmati
keluarga sungguh kenikmatan yang tiada terhingga atau bahkan dibuat rendang pisang menyaingi
induk populernya adalah rendang Padang dengan campuran nangka muda, kacang merah,
sehingga masyarakat desa Mranggen disamping tengah mempopulerkan desa
ragam warna dan memiliki kuliner khas untuk oleh – oleh yang berbasis potensi
tanaman lokal.
Memang dapat dipastikan
membangun desa membangun SDM adalah perjuangan berkeringat dan berdarah - darah
yakin tidak mudah, akan tetapi melihat
gerakan Bambang Yogi dan Wiwik Wijaya sebagai peletak dasar utama lahirnya
kampung ragam warna sungguh perlu Kita
apresiasi bersama.
Masih menikmati pisang kepok
rebus di kereta malam terbayang keramahan
penduduk dari desa Mranggen Kaliwungu yang muda hingga sepuh, mereka semua berusaha bersikap ramah dan
menyambut tamu dengan upaya terbaik meskipun tetap harus ditingkatkan dalam
berbagai aspek.
Sehingga pada saatnya tiba desa ini berwujud menjadi tujuan wisata utama di wilayah Kendal, Jawa - Tengah.
Penulis bobok dulu di Kereta Malam.
(dekorasi panggung / pict :dok.pribadi) |
(pict : Andrie Potlot) |
Panggung Pusat Kegiatan
Panggung berdekorasi payung
jumbo berwarna kuning menghiasi kiri
kanan sayapnya, payung menjadi pusat
perhatian seluruh pengunjung terdeteksi dari semua picture yang muncul di media
sosial, baik instagram ataupun face book. Bahkan di grup – grup whats app.
Tidak saja panggung berdekorasi aneka jenis ukuran dan warna payung, akan tetapi desa Mranggen semarak dengan dekorasi payung berwana menarik dan indah, perasaan bahagia muncul seketika meskipun tanpa sebab. Ajaib !
Sepanjang Desa Mranggen pada hari Ahad (27 Oktober 2019) para pelukis ada yang sudah sangat sepuh ada yang masih muda belia, sejarak Kita berjalan sepanjang jalan ujung
kampung ragam warna mereka asyik mencorat - coretkan kuasnya meskipun ada sebagian peserta yang bersemangat ikutan
kemudian melukis dengan improvisasi mengaduk warna hingga terwujud ragam warna.
Menjelang sore dapat kita saksikan tampilan tari
sufi yang indah dengan kostum menyala meliuk - liuk berputar indah, bahkan ada kostu berwarna cream lembut penari – penari bergerak bergantian menuju panggung pertunjukan.
Hentak rebana indah ditelinga disertai
nyanyian – nyanyian penuh puja – puji lewat sholawat yang berlimpah barokah, menikmati kalimat - kalimat pujian pada Nabi Agung Muhammad Saww terbayang wajah kekasih Allah yang mulia ini begitu lembut dan santun.
Salah satu lukisan di Desa Mranggen (pict:dok.pribadi) |
Salah seorang peserta cilik melukis payung (pict:dok.pribadi) |
Tidak sekedar festival drumblek yang cukup atraktif ada pula festival ampas kopi, akan tetapi karena
keterbatasn waktu ; penulis lebih fokus mengambil beberapa gambar yang memikat dan berbincang dengan masyarakat selebihnya berjumpa beberapa blogger daerah diantaranya Nyi Penengah dan Mas Hadi yang asli dari Kendal.
Kebudayaan Ramah,
Menyuguhi Tamu, Santun Pada Semua
Salah satu latar belakang diselenggarakannya festival Ragam Warna sebagai mana disampaikan Ibu Wiwik Wijaya bahwa
menerima tamu dengan cara salah satunya menyuguei, memberi makan mengajak
nginap dan memberi fasilitas yang memadai sesuai kemampuan Kita sebagai penerima tamu, keramahan dan budaya guyub bersatu harus dijaga.
Hal tersebut juaga sejalan dengan visinya, yaitu menjaga dan
mengembangkan kehidupan sosial masyarakat yang berbudaya dari ketergantungan
teknologi yang menjauhkan kehidupan bermasyarakat secara nyata,"
Kami warga desa Mranggen kata Ibu Wiwik Wijaya warga desa harus terus dibina sesuai visi dan misinya karena dalam rentang sepuluh tahun yang akan datang Kendal akan berkembang pesat dengan dibangunnya pelabuhan besar dan
pusat industri penanaman modal asing.
Oleh sebab itu Kami harus bersiap - siap dan berbenah dengan cara memelihara salah satunya budaya guyb dan rukun, apapun kondisi pada masa yang akan datang menghadang warga benteng utamanya adalag guyb dan rukun
Kampung Mranggen tradisi guyub rukun
bermasyarakat masih terjaga dan terus berkembang dengan banyaknya pelaku budaya
dan kegiatan budaya yang hidup dengan kemandirian dan kegotong-royongan
Belum ada Komentar untuk "Kampung Ragam Warna Antara Pisang Kepok, Ubi Ungu, Payung Cantik Di Desa Mranggen"
Posting Komentar